Laman

Selasa, 20 Januari 2009

Peta Perempuan di Sulawesi Utara 2008 Pengantar

LAPORAN PEMETAAN II
KATA PENGANTAR
Program Pemetaan Tahap II ini adalah lanjutan dari Pemetaan Tahap Awal (2007) yang menyajikan ikhwal Potensi dan Permasalahan Perempuan di Sulawesi Utara. Kegiatan ini adalah bentuk kerja saama Lembaga kajian Kebijakan dan Pengembangan Masyarakat (Lkk-pM) dengan Biro Pemberdayaan Perempuan (Biro PP) Setda Provinsi Sulawesi Utara. Gagasan tersebut lahir pada saat Evaluasi Program Akhir Tahun Biro PP di Tahun 2006 lalu, yang mengundang semua stakeholders, termasuk LKK-PM dari unsur LSM. Hasil dari evaluasi tersebut salah satunya adalah Pemetaan Awal, yang dilaksanakan di tahun 2007. Kemudian ditindaklanjuti di tahun 2008 dengan memberi gambaran peta tahap berikutnya (Tahap II). Jadi dari segi kelengkapan pemetaan ini dapat selalu diperbarui. Terutama bila dikaitkan dengan kebutuhan adanya data sektoral, yang lebih bersifat khusus, teknis dan projek. Langkah seperti itu lebih bersifat analisis dan interpretasi lapangan berdasarkan kebutuhan (need assessment).
Sebagaimana yang dijelaskan pada pemetaan tahap awal, salah satu rekomendasi dari evaluasi tersebut adalah perlu adanya pemetaan potensi berikut permasalahan perempuan di Sulawesi Utara. Tujuannya, jelas dan mendesak, karena selama ini berbagai program pro-gender dan terutama pro-¬perempuan yang dilaksanakan belum berdasarkan pada peta potensi dan permasalahan yang ada. Padahal secara manajerial, sebuah program segalibnya didasarkan pada peta khalayak sasaran; sehingga program dapat didesain berdasarkan road map yang jelas. Sehingga sebuah implementasi evaluasi tidak sekadar mengevaluasi program (program for the program), melainkan berdasarkan track dan sasaran dan kebutuhan khalayak (program for the subject), yang dalam hal ini adalah kelompok perempuan. Program adalah alat, tujuannya adalah pemberdayaan perempuan dalam arti yang sejati dan komprehensif
Pemetaan ini juga menjadi langkah lanjutan terhadap upaya perancangan program yang berorientasi kontekstual dan lokal. Dalam hal ini Sulawesi Utara tidak sekadar dilihat sebagai nomenclature sebuah wilayah provinsi di Indonesia, melainkan sebagai sebuah komunitas kultur yang memiliki kekhasannya. Sehingga dapat dilihat kekhasannya tersebut saat dibandingkan dengan wilayah lain. Sehingga hasil pemetaan ini akan memberi arah terhadap kebijakan dan program-program yang hendak dirancang dan dijalankan di daerah ini.
Itulah sebabnya, pada tempatnya, bila Lkk-pM sebagai pelaksana yang diberi kepercayaan melaksankan program ini mengucapkan terima kasih atas kepercayaan pihak Pemerintah Daerah Sulawesi Utara, khususnya Biro PP, di bawah kepemimpian Ir. Greety R. Sumayku, yang dilanjutkan oleh Vera Logor, SH dan staf, yang telah memfasilitasi secara sungguh-sungguh. Sebagai sebuah proses, pemetaan ini, sebagaimana ada kata "awal", dan sekarang “Tahap II” maka lebih bersifat proses dinamis. Selebihnya dalam Pemetaan Tahap II ini data dan analisis serta interpretasi juga dikaitkan dengan fakta global (nasional). Sulawesi Utara dipetakan sekaligus dengan mengaitkan peta dasar dari Indonesia. Dilakukan dengan tujuan sebagai sebuah perluasan pemetaan yang dilakukan berdasarkan kebutuhan triangulasi dari sebuah langkah yang mengarah pada upaya memenuhi pemahaman semiotic (ilmu yang menjelaskan metode tentang makna tanda-tanda), terutama untuk kepentingan pemahaman indeksikalitas dan budaya dari data dan subjek pemetaan. Untuk kepentingan kontekstual pemetaan tahap II ini difokuskan pada tiga isu penting, yakni : (i) ketenagakerjaan, (ii) trafiking dan HIV/AIDS dan (iii) partisipasi perempuan di dalam ranah politik. Dua masalah, yakni ketenagakerjaan dan trafiking serta HIV/AIDS adalah kenyataan yang bersifat krusial bagi perempuan di Sulawesi Utara, sebab sektor atau ranah tersebut telah menjadi masalah yang berada pada tanda “lampu kuning”. Banyaknya pengangguran yang disebabkan karena kurangnya daya serap lapangan kerja di daerah telah menyebabkan dinamika keluarga dan masyarakat mengarah kepada pilihan-pilihan yang terbatas dan bermakna “terpaksa” memilih yang tersedia, termasuk yang mengancam diri dan bangsa, seperti terjerat trafiking. Adapun realitas politik penting dikemukkan karena selain menjadi isu global, di dalam konteks Indonesia partisipasi perempuan yang dikemas di dalam strategi affirmative action, yang mematok keterlibatan perempuan harus minimal 30 % perlu dimonitoring. Untuk itulah di dalam pemetan ini digambarkan agregat (icon) dan penafsiran kulturalnya. Pada hakikatnya ketiga sektor atau isu tersebut, terbukti dari hasil pemetaan ini saling terkait. Sehingga rekomendasi dari pemetaan ini menegaskan bahwa pemberdayaan perempuan harus diarahkan pada tujuan yang berlandaskan pada penyadaran peran (role awareness) komunitas perempuan yang berprasyarat pada dukungan partisipatif dari laki-laki. Dengan demikian program formal dari penyelenggara negara dan bangsa ini adalah sejatinya menumbuhkan terpenuhinya kebutuhan dan prasyarat tersebut. Sebab sebagaimana yang diketahui sebutkanlah salah satu varians dari bermasalahnya ketiga sektor di atas adalah kemiskinan. Penyebab kemiskinan , terutama di kalangan perempuan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, politik, sosial dan budaya. Menurut Meneg PP dalam pidato PKHP di Surakarta (2006), "Secara kultural sebagian masyarakat masih dipengaruhi secara kuat oleh budaya patriarki yang menimbulkan ketimpangan struktur sehingga perempuan menjadi terbatas untuk memperoleh pendidikan, akses ekonomi dan berorganisasi". Lebih lanjut simak Data BPS tahun 2004 yang memperlihatkan bahwa jumlah anak perempuan usia sekolah yang memperoleh pendidikan lanjutan tingkat atas lebih kecil dibandingkan rekan laki-laki sebanyanya.Dalam penelitian itu juga menunjukkan bahwa banyak kasus anak perempuan terpaksa tidak bersekolah untuk mengurangi biaya pendidikan yang ditanggung keluarganya dan terpaksa masuk ke angkatan kerja mencari nafkah bagi keluarganya, dan lebih banyak anak perempuan usia sekolah yang bekerja dibandingkan anak laki-laki. Kurangnya pengetahuan dan pendidikan pada anak-anak perempuan ini yang mempermudah kelompok ini menjadi korban penipuan dan perdagangan orang, oleh sebab itu pendidikan bagi anak perempuan dan laki-laki harus diberikan kesempatan yang sama. Analisis yang dilakukan Bank Dunia pada negara-negara berpendapatan menengah dengan tingkat pendidikan dasar yang tinggi, yaitu dengan hanya meningkatkan persentasi perempuan untuk mengecap pendidikan menengah sebesar satu persen saja, telah dapat meningkatkan pendapatan per kapita sebesar 0,3 persen. Pemetaan ini karena melihat potensi dan permasalahan sebagai sebuah fakta yang mengundang untuk disikapi.
Pemetaan Tahap II ini, seperti juga pemetaan sebelumnya menggunakan metode semotik yang digagas oleg C.S. Peirce. Yang mengemukakan bahwa segala hal ikhwal di dunia ini adalah tanda. Ada pun salah satu gagasannya yang diterapkan di dalam pemataan ini adalah konsep tentang icon (ikon), yakni tanda sebagaimana adanya, seperti berita, angka; idex (indeks) yang bermakna bahwa setiap ikon dapat dimaknai dari maksud yang ada di balik apa yang Nampak, seperti kalau ada asap berarti ada api; adapun yang ketiga adalah symbol (simbol) yang bermakna bahwa setiap ikon dan indeks dapat dilihat makna utuhnya secara komprehensif, seperti angka Human Development Index, statistik kemiskinan dapat ditafsirkan secara lebih mendalam dengan melihat apa dan sebabnya yang fakta yang melatarbelakanginya dan prospek prediktifnya: tradisi, kondisi faktual dan sebagainya, yang biasanya tercakup secara penuh dengan menyebut “budaya”. Harus diakui di dalam pemataan ini, walaupun sudah dilakukan pendekatan tersebut, tetap saja data-data tertentu seperti gambar, foto dan berita masih tetap ditampilkan sebagai peta. Apa adanya. Yang tafsiran dan perluasannya dapat dilakukan secara berbeda oleh pembaca lain, berdasarkan minat dan kepentingannya. Di dalam pelaksanaan pemetaan ini, LKK-PM juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah ikut memberikan dukungan data, baik secara tertulis maupun terlisan. Ucapan tersebut patut diucapkan kepada: Pemda Kota Manado, Bolmut, Minahasa Utara, dan sangihe Talaud. Tentunya, secara internal pun perlu diucapkan terima kasih untuk kerja sama yang telah dilaksanakan oleh staf di LKK-PM, yang telah bertugas sebagai tenaga surveyor dan ahli. Tanpa kesungguhan dan kerja sama yang laras, upaya pemetaan yang penting ini tidak mungkin dapat dilaksanakan.
Semoga peta Tahap II ini, betul-betul dihayati oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama Biro PP, yang mulai tahun 2009 berubah menjadi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dan pihak Kementerian Pemberdayaan Perempuan yang melihat peta ini sebagai salah satu bahan acuan program di Sulawesi Utara.
Salam Basudara,
KAMAJAYA AL KATUUK
Direktur

Catatan: Peminat Data Lengkap Silakan kirim email.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar